Widget HTML #1



Hukum Salat di Kapal Laut, Pesawat atau Sejenisnya

 


Pertanyaan:

Jika seseorang sedang berada di kapal laut atau sejenisnya kemudian tiba waktu salat, sedangkan dia sudah berusaha untuk mencari arah kiblat akan tetapi di waktu salatnya tersebut ternyata arah dari perahu berubah sehingga dia berpaling dari arah kiblat bagaimana hukum salatnya? 


Syaikh bin baz menjawab: 

yang wajib pertama bagi kaum muslimin ketika mereka akan salat adalah mencari arah kiblat yaitu ke arah Mekkah karena ini merupakan bagian dari syarat sah salat, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta'ala di dalam surah al-baqarah ayat 150: 


Dari mana pun engkau (Nabi Muhammad) keluar, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam, di mana saja kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arahnya.


Di sini dikecualikan bagi orang yang disalib dengan dihadapkan kepada selain kiblat  juga yang tidak bisa bergerak ke mana-mana atau orang sakit yang mengalami hal serupa, sebagaimana firman Allah:


“Bertaqwa lah pada Allah semampu kalian” (QS at- taghabun 16)


Sama juga kondisinya musafir yang sedang naik kendaraan dengan arah selain kiblat (misal perjalanan dari jakarta ke Banyuwangi naik bus yang mengarah ke timur sementara qiblat kita arah barat) maka tidak mengapa solat didalam bus dengan menghadap ke arah timur tadi.


Karena ada dalil yang menunjukkan kebolehannya , sebagaimana datang dari hadist sohih bahwa nabi shalallahu alaihi wa sallam biasa solat Sunnah menghadap ke arah mana saja tunggangan beliau mengarah (tidak harus ke arah qiblat) akan tetapi yang LEBIH UTAMA adalah menghadap qiblat saat takbiratul ihram dengan dalil hadist Hasan yang menyebutkan perkara tersebut.


Adapun solat fardhu/wajib, maka sesuai dengan kemampuan orang tersebut dan tidak boleh olehnya "seenaknya" mengarah ke selain qiblat tanpa ada usaha terlebih dahulu dalam mencari arah qiblat jikalah memang masih memungkinkan untuk diusahakan baik bagi mukim atau musafir.


Akan tetapi bila ia naik kapal laut, pesawat atau semisalnya yang wajib baginya adalah bertaqwa kepada Allah semampu dirinya yang bisa ia usahakan.


hendaknya berusaha sungguh untuk mencari arah qiblat sesuai dengan tempat atau arah ia bergerak saat naik kapal laut atau pesawat dan semisalnya


Dan apabila ia yakin setelah berusaha mencari arah qiblat dan ternyata ia memang menuju ke arah selainnya ketika naik kapal laut atau pesawat dan semisalnya tersebut maka itu tidak akan membahayakannya (tidak berdosa solat menghadap selain arah qiblat).


Sebagaimana firman Allah:

“Allah menghendaki atas kalian kemudahan dan Dia tidak menghendaki atas kalian kesulitan.”(QS Al-Baqarah 185) 


dan juga firmanNya:

“Dan tidaklah Dia menjadikan atas kalian dari agama ini kesukaran.” (QS Al hajj 78)


Dan firmanNya:

“Dan bertakwalah kepada Allah semampu kalian.” (QS at- taghabun 16)


Dan juga sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

“Ketika aku memerintahkan kalian suatu perkara maka laksanakan lah sesuai dengan kemampuan kalian.” (HR Imam Bukhari dalam kitab Al i'tisham bil kitab wa as-sunnah bab iqtida' bi sunani rasulillah shallallahu alaihi wasallam no.7288, Dan HR imam muslim dalam kitab Al fadhail bab tauqirihi shallallahu alaihi wasallam wa tarki iktsaari sualihi no.1337)


Teks Asli:


حكم الصلاة في الباخرة

السؤال:

إذا كان الإنسان في السفينة ونحوها وشرع في الصلاة إلى جهة القبلة حسب اجتهاده ومعرفته ثم لم ينتبه إلا وهو إلى جهة أخرى بسبب تغير اتجاهات السفينة ونحوها فما الحكم؟

الجواب:

الواجب على المسلم أينما كان هو: أن يستقبل القبلة وهي الكعبة في صلاته وذلك من أهم شرائطها؛ لقوله سبحانه: وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ [البقرة:150] وإنما يستثنى في ذلك العجز، كالمصلوب إلى جهة أخرى، والمريض الذي لا يجد من يوجهه إلى القبلة؛ لقول الله سبحانه: فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ [التغابن:16].

وكذا المسافر ينتقل إلى جهة طريقه، ولو كان إلى غير القبلة؛ لما ثبت في ذلك، فمن الأحاديث الصحيحة أن النبي ﷺ كان يصلي النافلة على راحلته حيث كان وجهه، لكن الأفضل أن يستقبل القبلة عند الإحرام؛ لحديث حسن ورد في ذلك.

وأما الفريضة من القادر على استقبال القبلة فليس له أن يتوجه إلى غيرها سواء كان مقيمًا أو مسافرًا، لكن من كان في السفينة أو الطائرة ونحوهما فالواجب عليه أن يتقي الله ما استطاع ويجتهد في استقبال القبلة حسب الإمكان ويدور مع السفينة والطائرة كلما دارتا، وإذا غلبه الأمر في بعض الأحيان ولم يشعر إلا وهو إلى غير القبلة لم يضره ذلك؛ لقول الله : يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ [البقرة:185]، وقوله: وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ [الحج:78]، وقول الله تعالى: فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ [التغابن:16]، وقول النبي ﷺ: إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم[1].

أخرجه البخاري في كتاب الاعتصام بالكتاب والسنة، باب الاقتداء بسنن رسول الله صلى الله عليه وسلم برقم 7288، ومسلم في كتاب الفضائل، باب توقيره صلى الله عليه وسلم وترك إكثار سؤاله برقم 1337.


Alih Bahasa: 

Ustadz Faishal Abu Hamzah

Pengajar Ma’had Al-Makna Al-Islami 

Posting Komentar untuk "Hukum Salat di Kapal Laut, Pesawat atau Sejenisnya"

Yuk Jadi Orang Tua Asuh Santri Penghafal Al Qur’an