Hukum Mengatakan “Engkau Haram Bagiku!” Kepada Istri
Pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh bin baz rahimahullah:
“Perkataan kamu haram bagiku sebagaimana haramnya anak perempuan bagi ayahnya, aku meminta penjelasan dan kebijaksanaan darimu wahai syekh apa yang harus dilakukan seorang suami ketika dia melakukan seperti itu dan apakah ada kafarat atas sumpah tersebut semoga Allah membalasmu dengan kebaikan?”
Jawab:
Dengan menyebut nama Allah segala puji baginya dan shalawat serta salam semoga atas utusannya keluarga dan para sahabat serta orang-orang yang mengikuti petunjuk darinya Amma ba'du.
Adapun ungkapan di atas dan kalimat yang serupa dengannya maka yang shahih menurut perkataan ahli ilmu ini diibaratkan dengan dhihar ( perkataan suami yang menyamakan istrinya dengan ibu kandung atau saudara perempuannya dan ini haram dalam Islam).
Dan baginya berlaku hukum dhihar sebagaimana yang telah Allah jelaskan di dalam kitabnya surat al-mujadalah maka apabila seorang suami mengatakan kepada istrinya engkau haram bagiku sebagaimana anak perempuan ku/saudara perempuan ku, atau perkataan engkau bebas maka yang seperti ini berlaku hukum dhihar.
Maka wajib bagi sang suami tersebut bertaubat darinya karena ini adalah perkara yang mungkar dan dusta, karena sang istri tidak haram baginya Allah telah menghalalkannya dengan ikatan pernikahan syar'i.
Maka perkataan sesungguhnya sang istri haram baginya adalah sebuah kesalahan yang dilakukan suami tidak boleh ia melakukannya karena termasuk perkara yang mungkar dan wajib atasnya bertaubat dari perbuatan tersebut karena Allah subhanahu wa ta'ala telah berfirman:
"Sesungguhnya mereka yang berkata dengan perkataan mungkar Dan dusta"
(QS. Al-Mujadalah : 2)
Dan baginya atau sang suami ada kafarat yang harus ia tunaikan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah subhanahu wa ta'ala di dalam Alquran yang mulia dengan cara:
1. Membebaskan budak wanita yang beriman apabila dia tidak mampu maka,
2. berpuasa dua bulan berturut-turut 60 hari apabila ia tidak mampu maka,
3. memberi makan 60 fakir miskin setiap fakir miskin mendapat jatah 1/2 sho', makanan penduduk negeri tersebut (2x tangkupan 2 tangan orang dewasa beras,kurma dll) dan apabila dia memberikan lebih banyak maka tidaklah mengapa,
Maksudnya: sang suami tersebut memberi makan 60 fakir miskin makan malam mereka atau sarapan pagi mereka atau memberi mereka 1/2 sho' dari makanan pokok penduduk negeri dan jika itu dilakukan dengan maksud memelihara fakir miskin maka itu lebih utama dan semua ini harus berjalan tertib atau berurutan tidak boleh memilih
Pertama: membebaskan budak wanita mukminah jika ia mampu atau mudah baginya maka apabila tidak mampu,
kedua berpuasa 2 bulan berturut-turut atau 60 hari tidak boleh putus dan apabila opsi ini juga tidak ia mampui karena merasa tidak akan mampu untuk melaksanakannya maka berpindah pada
opsi terakhir yaitu memberi makan 60 fakir miskin sebelum sang suami menyentuh istrinya, tidak boleh mendekati mencium atau menjimaknya dan juga ia tidak boleh bersenang-senang dengan istrinya sebelum ia melaksanakan kafarat tersebut bersamaan dengan taubat yang jujur kepada Allah subhanahu wa ta'ala dari perbuatan tersebut karena sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala telah berfirman dalam surat al-mujadalah ayat 3: “Sebelum sang suami menyentuh istrinya"
Tanya: apakah boleh mengganti makanan dengan uang?
Jawab: tidak, yang wajib adalah memerdekakan budak atau puasa atau memberi makanan.
Teks asli :
حكم قول أنت علي حرام
السؤال:
قوله: أنت علي حرام كحرمة البنت على أبيها، أرجو من سماحتكم إفادتي ماذا يلزمني في هذا، وما هي كفارة هذا اليمين، جزاكم الله خيراً؟
الجواب:
بسم الله الرحمن الرحيم. الحمد لله، وصلى الله وسلم على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن اهتدى بهداه، أما بعد:
فهذه العبارة وأشباهها على الصحيح من أقوال أهل العلم تعتبر ظهارًا، لها حكم الظهار الذي بينه الله في كتابه العظيم في سورة المجادلة، فإذا قال لزوجته أنت علي حرام كبنتي، أو أختي، أو أنت علي حرام، وأطلق، فهذا حكمه حكم الظهار؛ فعليه التوبة إلى الله من ذلك؛ لأن هذا منكر وزور، ما هي عليه حرام، الله أحلها له بالعقد الشرعي.
فقوله إنها عليه حرام غلط منه، ولا يجوز له ذلك، ومنكر، فالواجب عليه التوبة من ذلك، ولهذا يقول سبحانه: وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا [المجادلة:2] وعليه الكفارة التي بينها الله في كتابه العظيم، وهي عتق رقبة مؤمنة، فإن عجز؛ صام شهرين متتابعين، ستين يومًا، فإن عجز؛ أطعم ستين مسكينا لكل مسكين، نصف صاع من قوت البلد، من تمر أو أرز أو بر أو غير ذلك، وإن أطعم أكثر من ذلك؛ فلا بأس.
المقصود: أنه لا بد أن يطعم ستين مسكينًا، يعشيهم، أو يغديهم، أو يعطيهم نصف صاع من قوت البلد، وإذا كان معه إدام؛ كان أفضل، وهذا كله على الترتيب، هذا على الترتيب ليس على التخيير.
أولًا: العتق إذا تيسر، فإن لم يتيسر؛ فالصيام، فإن عجز عن ذلك لأسباب تقتضي ذلك؛ انتقل إلى الإطعام قبل أن يمسها، لا يقربها لا بقبلة ولا بجماع، لا يستمتع بها بشيء حتى يؤدي هذه الكفارة مع التوبة الصادقة النصوح إلى الله سبحانه من هذا العمل؛ لأن الله قال: مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا [المجادلة:3].
السؤال: ولا يغني قيمة المال عن الإطعام؟
الجواب: ولا يغني القيمة لا. الواجب العتق، ثم الصيام، ثم الإطعام.
Alih Bahasa :
Ustadz Faizhal Abu Hamzah
Lumajang, 4 Sya’ban 1446H
Posting Komentar untuk "Hukum Mengatakan “Engkau Haram Bagiku!” Kepada Istri "
Posting Komentar