Widget HTML #1



Hukum Wanita Mengqadha Solat Karena Jahil / Tidak Tahu Ilmunya Soal Haid


 


Seorang wanita di Riyadh mengirim surat melalui saudaranya untuk ditanyakan kepada Syaikh bin baz, yang berbunyi:


Aku memiliki pertanyaan yang jujur ingin ku tanyakan pada Syaikh mengenai,


Aku berkeinginan untuk mengqadha solat yang pernah kulewatkan dimasa sebelumnya dan aku bertanya bagaimana cara untuk itu?


Dulu aku tidak tahu siklus bulanan haidku dan aku tidak tahu tentang kapan waktu suci ku hingga lewatlah dariku beberapa solat (tidak ku kerjakan) lalu aku mengqadha (mengganti) solat solat itu namun pada akhirnya aku tahu bahwa cara yang ku lakukan salah.


Dan aku berharap agar samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin baz menerangkan padaku dan kepada kaum muslimat tentang bagaimana cara mengqadha solat yang benar dan aku merasa senang jika Syaikh berkenan menjelaskannya pada kami jazakumullahu Khair.


Syaikh bin baz menjawab:


Pertama wajib atas kaum muslimah agar memperhatikan perkara haid dan sucinya,


Maka apabila telah selesai masa haidnya 5 atau 6 hari, kurang lebihnya segeralah mandi, solat, puasa dan bersenang senang dengan suaminya hingga datang kebiasaan masa haidnya lagi berikut mengikut siklus haidnya dan adapun jika siklus haid bertambah atau berkurang dari kebiasaan maka itu tidaklah mengapa karena kebiasaan masa haid kadang memang berubah bisa bertambah atau berkurang.


Terkadang di bulan ini haidnya 5 hari sedang di bulan selanjutnya 6 hari atau 7 hari tidaklah berdosa atas itu. Kapan ia melihat ada darah maka janganlah solat, puasa atau bersenang senang dengan suaminya dan kapan ia melihat telah suci serta bersih dari darah maka mandilah, solat, puasa dan bersenang senang dengan suami Alhamdulillah.


Adapun jika darah itu keluar lebih dari masa 15 hari maka itu adalah darah istihadah maka jika keadaannya seperti ini ia wajib salat serta puasa setiap waktunya


Maka apabila telah berlalu masa siklus haidnya segeralah ia mandi salat dan puasa serta darah yang masih keluar setelah itu adalah darah istihadah atau darah penyakit.


Di masa itu atau masa istihadoh dia tetap salat puasa dan boleh bersenang-senang dengan suami karena ia bukanlah darah yang menghalangi untuk salat atau haid karenanya dinamakan darah istihadoh.


Adapun caranya ketika masuk waktu salat ia berwudhu dan menutup kemaluannya dengan kapas atau sejenisnya semisal pembalut yang bisa menghentikan keluarnya darah dan ia tetap salat pada waktu masuk waktunya salat.


Dan apabila ia menjamak dua waktu salat zuhur dan ashar atau Maghrib dan isya maka tidak lah mengapa sebagaimana nabi shallallahu alaihi wasallam mengajari hamnah bintu jahsy ketika keluar darah istihadah yang banyak.


Dan apabila ia mandi untuk dzuhur dan ashar satu kali mandi serta Maghrib dan isya satu kali mandi maka ini lebih utama begitu juga di waktu subuh ia mandi satu kali begitu juga tentang wudhu maka ia wudhu setiap satu waktu salat.


Akan tetapi mandi di sini hanya keutamaan saja bukan sesuatu yang wajib ketika keadaan istihadhah ya itu masa di antara dua siklus haid.


Maka darah yang keluar diantara masa dua siklus haid ini dinamakan dengan hari hari istihadah.


Dan ketika si wanita ini salat di waktunya semisal dhuhur di waktunya ashar di waktunya maghrib di waktunya isya di waktunya dan Subuh di waktunya maka tidaklah mengapa.


Iya beristinja serta berwudu ketika masuk waktu salat atau atau ia beristijmar dengan tisu dan sejenisnya lalu berwudhu sehingga hilanglah kotoran dan bekas darah dari kemaluannya kemudian ia wudhu dan salat di tiap waktu masuk salat maka ini boleh.


Dan apabila ia menjamak antara dua waktu salat dzuhur dan ashar maghrib dan isya maka ini yang lebih utama Sebagaimana apa yang pernah nabi ajarkan kepada hamnah binti jahsy.


Dan apabila ia mengerjakan jamak diatas beserta mandi antara Dzuhur dan ashar satu kali mandi Magrib dan isya satu kali mandi dan Subuh satu kali mandi maka ini lebih utama dan disukai.


Presenter: semoga Allah membalas anda dengan kebaikan Syaikh


Si penanya menginginkan agar anda menjelaskan bagaimana tata cara qadha salat sebagaimana pertanyaan beliau?


Syaikh bin baz menjawab: 

Jika dia tahu perkaranya (ilmunya, yakin bilangan solat yang ia tinggalkan di masa suci) maka di qadha namun jika tidak mengetahui maka itu adalah was-was syaithan yang wajib dibuang. Sesungguhnya di sini perkaranya menjadi samar.


Jika dia yakin kurang dalam jumlah solat yang diwajibkan atasnya yang ia tinggalkan selama masa suci maka dia harus menggantinya (qadha).


Namun jika ia tidak mengetahuinya maka sesungguhnya ini adalah was-was syaiton dan wajib atasnya untuk menjauhinya atau tidak memperdulikannya serta mintalah pertolongan kepada Allah dari godaan setan.


Adapun jika iya meninggalkan salat tersebut karena faktor kesengajaan bermudahan atau kurangnya perhatian yang seperti ini perkaranya adalah tidak ada obat kecuali taubat.


Taubat kepada Allah dan menyesal atas perbuatan ia menyia-nyiakan salatnya tersebut maka cukup seperti ini serta tidak ada qadha dalam salat yang ia tinggalkan karena perkara-perkara tersebut (sengaja, bermudahan dan kurang perhatian).


Karena sesungguhnya seorang muslim yang meninggalkan salat maka tidak ada kafarat baginya kecuali tobat karena meninggalkannya adalah kekufuran, Kami memohon perlindungan kepada Allah atas sikap tersebut.


Sebagaimana sabda nabi shallallahu alaihi wasallam “Perjanjian antara kami Dan mereka (orang orang kafir) adalah salat barangsiapa meninggalkan salat maka dia telah kufur.”


Jika ia meninggalkan salat karena sengaja atau karena benci akan salat tersebut bukan karena lupa atau karena jahil akan sebagian hukumnya akan tetapi karena ia memang sengaja untuk meninggalkan salat maka ia telah melakukan sebuah kekufuran yang sangat besar naudzubillah wajib atasnya bertaubat kembali kepada Allah dan tidak ada qadha atasnya.


Adapun jika ia meninggalkan salat karena sakit atau karena ragu kemudian dia memperhatikan dan dia akhirnya tahu bahwasanya yang wajib atasnya melaksanakan salat dan bukan karena bermudah-mudahan.


Akan tetapi sebagian manusia menyangka bahwa ketika ia sakit dan ia mengakhirkan salatnya itu lebih baik baginya sesungguhnya sangkaan seperti ini adalah sebuah kesalahan Karena yang wajib atasnya ketika sakit adalah salat sesuai dengan kemampuan keadaannya sekalipun ia dalam keadaan sakit.


Maka caranya hendaklah ia salat dalam keadaan duduk kalau tidak mampu untuk berdiri dan keadaan miring kalau tidak mampu duduk atau berbaring ketika tidak mampu untuk miring. Salat dalam keadaan berbaring maka ini tidaklah mengapa Karena ketidakmampuannya untuk miring. Dan tidak boleh ia mengakhirkan salatnya apalagi meninggalkannya.Ia melaksanakan salat ketika sudah masuk waktunya dalam keadaan berdiri, duduk, miring atau berbaring sesuai dengan kadar kemampuannya. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa Ta'Ala bertakwalah kepada Allah sesuai dengan kadar kemampuanmu surat at-taghabun ayat 16, Seperti itu pula perintah nabi kepada orang yang sedang sakit.


Nabi berkata kepada Imran bin Hushain saat itu dia sedang dalam keadaan sakit: 


"Salatlah dalam keadaan berdiri kalau tidak mampu duduklah kalau tidak mampu miringlah kalau tidak mampu juga maka berbaringlah"


Seperti inilah perintah nabi shallallahu alaihi wasallam kepada orang yang sedang sakit untuk melaksanakan salat sesuai dengan kadar kemampuannya, dan inilah yang wajib bagi orang yang sedang sakit sesuai dengan kadar parahnya sakit yang ia derita.


Dan jangan ia mengakhirkan salat tidak boleh bagi seseorang untuk mengakhirkan salat akan tetapi ia harus melaksanakan salat tepat pada waktunya.


Atau boleh iya menjamak dua salat karena alasan sakit ini sesuai dengan aturan yang telah diatur oleh syariat semisal dhuhur dengan ashar dan maghrib dengan isya ataupun karena alasan ilat atau sakit seperti istihadhah ataupun seorang musafir.


Presenter: semoga Allah memberkahimu syekh jadi bagaimana tata cara untuk mengqadha shalatnya? 


Syaikh bin baz menjawab: 

Adapun tata cara mengqadha salat itu sebagaimana apa yang telah engkau dengar, dia mengganti salat dengan jumlah berapa yang ia tinggalkan karena lupa, atau ia mengganti salat karena sakit yang ia sangkakan bahwasanya mengakhirkan salat atasnya itu adalah lebih baik sedangkan pada akhirnya dia tahu bahwasanya mengakhirkan salat (niat solat saat sudah sembuh) karena sakit itu adalah sebuah kesalahan, maka dia mengqadha salatnya sebagaimana fotonya orang yang lupa ataupun tertidur dan contoh yang semisalnya.


Adapun seseorang yang meninggalkan salat karena bermudah-mudahan kurang kepedulian maka baginya tidak ada qadha salat yang wajib baginya adalah tobat kepada Allah. Dan tidak wajib baginya qadha salat menurut pendapat yang sahih dari Kalam para ulama.


Presenter: semoga Allah memberkahimu syekh kalau begitu berarti kewajiban mengqadha bagi sang wanita tidak di waktu tertentu dan juga tidak mengiringi salat fardu yang ditinggalkan ya?


Syaikh bin baz menjawab: 

Tidak, yang wajib atasnya bersegera untuk mengqadha salatnya walaupun di luar dari salat fardu yang sedang berlangsung sebagaimana perintah nabi kepada orang yang lupa atau orang yang tertidur.


"Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda barangsiapa yang tertidur atau lupa dari mengerjakan salat maka bersegeralah salat ketika ia ingat tidak ada kafarat baginya kecuali mengerjakan salat tersebut". Yang seperti ini karena mereka memiliki udzur syar'i .Adapun bagi orang yang meninggalkan salat karena mereka tidak memiliki udzur syar'i secara sengaja dan mengentengkan maka yang wajib atas mereka adalah taubat yang jujur dan tidak ada kodok salat bagi mereka atas pendapat para ulama yang paling sahih. na'am.


Presenter: semoga Allah membalasmu dengan kebaikan syekh


Teks Asli :


حكم قضاء المرأة صلاة ما فاتها جهلًا بأحكام الحيض

السؤال:


أخت لنا من الرياض بعثت برسالة تقول: ابنتكم: (م. م. ش) أختنا تقول: لي سؤال يتلخص في: أنني أريد قضاء بعض الصلوات التي فاتتني، وأريد أن أعرف كيفية الإعادة، حيث أني فيما مضى لا أستطيع تقدير وقت عادتي الشهرية، وتمر علي بعض الأيام، ولا أعرف الطهر منها، فتفوتني الصلاة، وكنت أقضيها، ولكن كيفية القضاء كانت خاطئة فيما علمت بعد ذلك. 


الرجاء من سماحة الوالد الشيخ عبد العزيز أن يوضح لي وللأخوات المسلمات كيفية القضاء، وحبذا لو بعث برسالة خاصة إلى النساء في هذا الموضوع. 


جزاكم الله خيرًا.


الجواب:


الواجب على المرأة أن تعتني بحيضها وطهرها، فإذا مضت العادة التي تعرفها خمسًا أو ستًا، أو أكثر أو أقل، اغتسلت وصلت وصامت وحلت لزوجها، حتى تجيء العادة، حتى تجيء الدورة، وإذا كانت الدورة تزيد وتنقص فلا بأس، عادة النساء قد تتغير، تزيد تنقص، قد تكون في بعض الشهور خمسة أيام، وفي بعض الشهور ستة أيام، سبعة أيام، فلا حرج، متى رأت الدم لا تصلي، ولا تصوم، ولا تحل لزوجها، ومتى رأت الطهارة -القصة البيضاء- أو تلطفت بقطن ونحوه، ورأته نظيفًا اغتسلت وصلت وصامت، والحمد لله.


أما إن استمر معها الدم هذه تكون مستحاضة إذا استمر معها الدم أكثر من خمسة عشر يومًا، استمر معها فإنها تكون مستحاضة تصلي وتصوم في كل وقت وتقف عن الصلاة في وقت العادة، فإذا جاءت الدورة وقفت لم تصل ولم تصم بعدد أيام الدورة خمسًا أو ستًا أو سبعًا، أو نحو ذلك.


فإذا ذهبت الدورة اغتسلت وصلت وصامت وصارت هذه الدماء التي معها تعتبر استحاضة دم فساد، تصلي معها وتصوم معها وتحل لزوجها؛ لأنها دماء غير مانعة من الصلاة، بل هي تسمى استحاضة، فهي تتوضأ لوقت كل صلاة تتحفظ بقطن أو غيره مما يخفف عنها الدم وتصلي كل وقت في وقته.


وإن جمعت بين وقتين الظهر والعصر والمغرب والعشاء فلا بأس، كما علم النبي ﷺ حمنة بنت جحش لما كثر عليها الدم، وإذا اغتسلت للظهر والعصر غسلًا واحدًا والمغرب والعشاء غسلًا واحدًا كان أفضل وللفجر غسلًا واحدًا كذلك مع الوضوء تتوضأ لكل صلاة، ولكن الغسل هو أفضل وليس بواجب في حال الاستحاضة -يعني: في الأيام التي بين الدورتين- والدم يمشي فيها، فهذه يقال لها: أيام استحاضة، فإن صلت فيها كل وقت في وقته فلا بأس الظهر في وقتها والعصر في وقتها والمغرب في وقتها والعشاء في وقتها، تتوضأ إذا دخل الوقت تستنجي وتتوضأ أو تستجمر بالمناديل، ونحوها، حتى تزيل الأذى من فرجها، ثم تتوضأ وضوء الصلاة وتصلي كل صلاة في وقتها فهذا جائز، وإن جمعت بين الصلاتين الظهر والعصر وبين المغرب والعشاء فهذا أفضل، كما علم النبي ﷺ حمنة بنت جحش، وإذا اغتسلت مع ذلك فهو أفضل للظهر والعصر غسل، وللمغرب والعشاء غسل وللفجر غسل على سبيل الاستحباب، نعم.


المقدم: جزاكم الله خيرًا.


ترجو من سماحة الشيخ توجيهها في موضوع إعادة الصلاة أي القضاء؟


الشيخ: إذا كانت تعلم شيئًا تقضيه، أما إذا كانت لا تعلم فالوساوس ينبغي اطراحها، إذا كانت تعلم أنها قصرت في شيء من الصلوات التي وجبت عليها في حال الطهر، وأنها التبس عليها الأمر إن كانت تعلم شيئًا تقضيه، أما إن كانت لا تعلم شيئًا، وإنما هي وساوس وظنون فلا تلتفت إليها، وتتعوذ بالله من الشيطان، ولا تلتفت إليها.


أما الشيء الذي يترك عمدًا وتساهلًا وقلة مبالاة، فهذا ليس له دواء إلا التوبة، التوبة إلى الله والندم على ما فعلت، ويكفي هذا ولا قضاء في ذلك، فإن المسلم إذا ترك الصلاة عمدًا ليس لها كفارة إلا التوبة؛ لأن تركها كفر، نعوذ بالله من ذلك، كما قال -عليه الصلاة والسلام-: العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر.


إذا تركها عمدًا عدوانًا متعمدًا ليس عن نسيان ولا عن جهل في بعض الأحكام، وإنما تعمد تركها، فهذا قد أتى كفرًا عظيمًا، نعوذ بالله، وعليه التوبة إلى الله من ذلك، ولا يقضي شيئًا. 


أما الذي يترك ذلك لمرض أو اشتباه ثم انتبه وعرف أن الواجب عليه أن يصلي، ولم يتعمد تركها تساهلًا، ولكن بعض الناس قد يظن أنه إذا أخرها حتى يزول عنه المرض يكون أصلح، فهذا غلط منه يصلي على حسب حاله ولو أنه مريض، يصلي قاعدًا إن عجز عن القيام، يصلي على جنبه إن عجز عن القعود، يصلي مستلقيًا إن عجز عن الصلاة على الجنب، ولا يؤخرها، ولا يتركها، بل يجب أن يصليها في الوقت على أي حال كان قائمًا أو قاعدًا، أو على جنب أو مستلقيا حسب طاقته: فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ [التغابن:16] وهكذا أمر النبي ﷺ المريض، قال لـعمران بن حصين وهو مريض: صل قائمًا، فإن لم تستطع فقاعدًا، فإن لم تستطع فعلى جنب، فإن لم تستطع فمستلقيًا هكذا علمه النبي -عليه الصلاة والسلام-، وهذا هو الواجب على المرضى أينما كان، ولا يؤخرون الصلاة، ليس لأحد تأخيرها عن وقتها، بل إما أن يصليها في وقتها، وإما أن يجمعها مع قرينتها كالظهر مع العصر، والمغرب مع العشاء لمرض أصابه، وعلة أصابته، وكالمستحاضة أيضًا، وكالمسافر، نعم.


المقدم: بارك الله فيكم، إذًا كيفية القضاء سماحة الشيخ؟


الشيخ: كيفية القضاء مثلما سمعت، عليها أن تقضي ما تركته نسيانًا، أو تركته لمرض تظن أن تأخيره أصلح، فعلمت أنها مخطئة في تأخيره تقضي، فتقضي كما يقضي الناسي، وكما يقضي من نام عنها، ونحو ذلك.


أما الذي تركها عمدًا تساهلاً منه قلة مبالاة فهذا ليس له إلا التوبة، ولا يلزمه القضاء على الصحيح من أقوال العلماء.


المقدم: بارك الله فيكم، إذاً: ليس للقضاء وقت معين، ولا يلزم أن يقضى كل فرض مع مثيله؟


الشيخ: لا، القضاء يلزم في الحال إذا كان عن نوم أو نسيان يبادر به؛ لقول النبي ﷺ: من نام عن الصلاة أو نسيها فليصلها إذا ذكرها، لا كفارة لها إلا ذلك هذا المعذور، أما الذي تركها غير معذور عامدًا متساهلًا، فهذا عليه التوبة الصادقة، ولا قضاء عليه على الصحيح، نعم.


المقدم: جزاكم الله خيرًا.


Alih Bahasa :

Ustadz Faizhal Abu Hamzah

Lumajang, 26 Rajab 1446H

Posting Komentar untuk "Hukum Wanita Mengqadha Solat Karena Jahil / Tidak Tahu Ilmunya Soal Haid "

Yuk Jadi Orang Tua Asuh Santri Penghafal Al Qur’an