Widget HTML #1



Hukum Menerima Hadiah Di Tempat Kerja




Pertanyaan :

Assalamualaikum ustadz izin bertanya, Mohon pencerahannya. Ana bekerja unit cabang di instansi pemerintahan, akhir taun ini mendapatkan banyak bonus. berupa uang, sembako dan lainnya. Yang berasal dari dana syubhat. Dana yang di maksud adala uang yang kami dapat dari konsumen dan tidak disetorkan ke unit pusat. Dengan pertimbangan kalau ada kbutuhan mendadak untuk kantor unit cabang kami bisa langsung teratasi dengan uang simpanan yang kantor unit cabang yang kami miliki tersebut dan juga untuk uang kesejahteraan untuk kami di unit cabang. Bagaimana hukum ana menerima hadiah bonus akhir taun ini ustadz ? 

Apa boleh dikonsumsi pribadi ? Mengingat hampir semua unit cabang lain juga memiliki kebijakan yang sama dari dana yang sama. Dan sekiranya apabila pimpinan teratas kami mengetahui, insyaAllah diperbolekan karna masing-masing unit memang memiliki penghasilan sendiri-sendiri dari uang yang tidak disetorkan kepada unit pusat. Istilahnya kebijakan lisan saja. Tidak tertulis dalam hitam di atas putih. Mohon jawabannya ustadz. Syukran jazakallahu khayr.

Dari Ummu Zahra - Jawa Timur


Jawaban:

Wa 'alaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh
Semoga Alloh memudahkan urusan anti dalam kebaikan. Uang dari konsumen yang anti sebutkan sayang tidak dijelaskan apakah itu hasil dari transaksi atau berupa tips. Jika uang yang diterima dari konsumen berupa hasil dari tarnsaksi maka ini ghulul (korupsi) namanya sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Adi bin Amirah al Kindi

مَنِ استعْمَلْناهُ منكم علَى عملٍ ، فكتمَنَا مَخِيطًا فما فوقَهُ ، كان ذَلِكَ غُلُولًا يَأْتِي بِهِ يومَ القيامَةِ

"Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat”. (HR. Muslim)

Jika yang diterima berupa tips, maka ini termasuk hadaya ummal (hadiah bagi para pekerja). Seorang pekerja atau karyawan yang dipekerjakan untuk pekerjaan tertentu tidak boleh menerima hadiah (pemberian) yang berhubungan dengan pekerjaannya. Dahulu pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempekerjakan seseorang dari bani Asad yang namanya Ibnul Lutbiyyah untuk mengurus zakat. Orang itu datang sambil mengatakan, “Ini bagimu, dan ini hadiah bagiku.” Secara spontan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar -sedang Sufyan mengatakan dengan redaksi ‘naik minbar’-, beliau memuja dan memuji Allah kemudian bersabda,
مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ ، فَيَأْتِى يَقُولُ هَذَا لَكَ وَهَذَا لِى . فَهَلاَّ جَلَسَ فِى بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَنْظُرُ أَيُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ ، وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يَأْتِى بِشَىْءٍ إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ ، إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ ، أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ ، أَوْ شَاةً تَيْعَرُ

“Ada apa dengan seorang pengurus zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan, “Ini untukmu dan ini hadiah untukku!” Cobalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya, dan cermatilah, apakah ia menerima hadiah ataukah tidak? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang datang dengan mengambil hadiah seperti pekerja tadi melainkan ia akan datang dengannya pada hari kiamat, lalu dia akan memikul hadiah tadi di lehernya. Jika hadiah yang ia ambil adalah unta, maka akan keluar suara unta. Jika hadiah yang ia ambil adalah sapi betina, maka akan keluar suara sapi. Jika yang dipikulnya adalah kambing, maka akan keluar suara kambing.“

ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتَىْ إِبْطَيْهِ « أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ » ثَلاَثًا

Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat putih kedua ketiaknya seraya mengatakan, ” Ketahuilah, bukankah telah kusampaikan?” (beliau mengulang-ulanginya tiga kali). (HR. Bukhari Muslim)

Maka ketika mendapat pemberian seperti ini hendaklah dikembalikan. Jika ada kekhawatiran akan menyakiti hati si pemberi, maka diserahkan kepada pusat (pimpinan teratas). Jika pusat mengizinkan maka boleh menerimanya. 

Adapun persangkaan bahwa pimpinan teratas pasti mengizinkan, maka hal ini tidak bisa menjadi dalil bolehnya menerima pemberian dari konsumen. Karena muamalah dalam Islam dibangun di atas kejelasan (akad).

Jika pertimbangannya adalah untuk kepentingan mendadak dan kesejahteraan unit cabang maka tetap harus disampaikan kepada pimpinan teratas, jika dizinkan maka boleh mengambilnya, jika tidak maka dilarang mengambilnya. Nabi shallallah 'alaihi wa sallam bersabda

 وَأَنَا أَقُولُهُ الْآنَ، مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَلْيَجِئْ بِقَلِيلِهِ وَكَثِيرِهِ فَمَا أُوتِيَ مِنْهُ أَخَذَ وَمَا نُهِيَ عَنْهُ انْتَهَى   

”Aku katakan sekarang, (bahwa) barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), maka hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh.”(HR. Bukhari Muslim).
 Wallahu ta'ala a'lam



Ditulis & dijawab oleh :
Ustadz Abul Yasa' Eko Setiyawan
Mudir Ma'had Ibnu Utsaimin Lumajang

Posting Komentar untuk "Hukum Menerima Hadiah Di Tempat Kerja"

Yuk Jadi Orang Tua Asuh Santri Penghafal Al Qur’an